Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Memikul Tanggung Jawab Renteng Pendidikan Akhlak Generasi Emas

  • Oleh ANTARA
  • 02 Mei 2024 - 13:40 WIB

BORNEONEWS, JAKARTA - “Setiap orang menjadi guru, setiap rumah adalah sekolah,” kata Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional.

Mengacu pada konsep itu, maka bila kualitas akhlak generasi kini belum memenuhi harapan, tak bisa saling menuding kesalahan satu pihak terhadap pihak yang lain. Karena bagaimanapun pendidikan anak-anak bukan tanggung jawab sekolah dan para guru semata, melainkan kita semua, termasuk orang tua dan masyarakat, serta tentu saja pemerintah.

Jika setiap komponen bangsa mengambil peran dan tanggung jawabnya masing-masing, problematika pendidikan, utamanya menyangkut pembangunan karakter dan akhlak tidak lagi menjadi persoalan rumit yang sulit diurai dan dipecahkan. Sebab, problematika sebesar apapun jika diselesaikan secara gotong-royong, bakal memudar menjadi masalah kecil yang mudah teratasi.

Saat ini, isu moralitas, akhlak, dan budi pekerti anak-anak remaja tengah menjadi sorotan dan keprihatinan bersama menyusul tingginya angka kriminalitas anak, hingga mereka harus berhadapan dengan hukum di usia yang amat belia. Defisit nilai akhlak dan budi pekerti juga ditandai dengan lazimnya anak membangkang kepada orang tua atau melawan terhadap guru serta kasus serupa itu.

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) mencatat kasus Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) mencapai 2.338 orang dalam tiga tahun pendataan (2020-2022). Tiga kasus teratas yang melibatkan anak sebagai pelaku adalah terkait dengan pencurian 838 kasus, penyalahgunaan narkotika 341 kasus, dan kasus lain-lain, seperti pornografi, perundungan, hingga kecelakaan lalu lintas.

Menurut BPHN Kementerian Hukum dan HAM, penanganan ABH tidak bisa hanya bergerak di hilir (pemberian bantuan hukum gratis) karenanya mesti mengoptimalkan pencegahan dengan memberikan pembekalan secara langsung kepada anak-anak di sekolah.

Dalam upaya pencegahan, badan itu memiliki program bertajuk “BPHN Mengasuh”, yaitu pembekalan dan pembinaan kepada anak usia remaja oleh para pejabat fungsional penyuluh hukum, melalui sekolah-sekolah. Kegiatan rutin yang pada tahun lalu dibuat serentak dan terpadu, melibatkan 527 pejabat fungsional penyuluh hukum, berkolaborasi bersama 6.208 advokat, dan 5.744 paralegal yang tergabung dalam OBH yang terakreditasi BPHN periode 2022-2024.

Mengingat pembangunan SDM menjadi fokus pemerintahan dalam lima tahun terakhir, tak heran bila lembaga pendidikan memperoleh perhatian besar dari pemerintah. Sebagai agen penggemblengan generasi muda, sekolah-sekolah, selain mendapat kucuran anggaran untuk pembangunan, perawatan, dan perbaikan sarana prasarana juga menerima berbagai intervensi penyuluhan, seperti halnya program BPHN, adapula dari Polri dan Kementerian Kesehatan serta lainnya.

Banyaknya program turun ke sekolah (Goes to School) dari berbagai instansi pemerintah menjadi bukti betapa besar dukungan dan harapan pada lembaga pendidikan untuk menyiapkan SDM berkualitas.

Semua ambil bagian

Sebagai agen pendidikan generasi muda, sekolah menjadi tumpuan harapan banyak pihak untuk menghasilkan SDM bermutu, baik prestasi akademik maupun karakter atau budi pekerti. Memang tidak salah alamat mengharap hal demikian kepada sekolah, namun tidak bisa juga seluruh tanggung jawab akan hasilnya ditimpakan pada satu lembaga itu. Mengingat, dalam 24 jam sehari anak-anak hanya bersekolah sekitar lima hingga enam jam, selebihnya mereka bergaul di lingkungan masyarakat dan tinggal bersama keluarga. Karenanya, masyarakat dan keluarga turut mewarnai pembentukan watak anak dalam perkembangannya.

Menurut cendekiawan Ilmu Al Qur’an dan mantan Menteri Agama RI Profesor Dr Muhammad Quraish Shihab, situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya, mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan. Jika sistem nilai dan pandangan mereka terbatas pada kini dan di sini, maka upaya dan ambisinya terbatas pada hal yang sama.

Lingkungan masyarakat amat berpengaruh terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai etika, estetika untuk pembentukan karakter. Anak-anak umumnya menghabiskan hampir separuh hari berinteraksi di tengah masyarakat dalam aktivitas bermain bersama teman-teman sebaya, di mana mereka berasal dari berbagai latar belakang orang tua yang beragam. Tak urung, anak-anak, termasuk remaja, memperoleh asupan pengaruh dari lingkungan sosial yang membesarkannya.

Berita Terbaru