Aplikasi Pilkada / Software Pilkada Terbaik Untuk memenangkan Pilkada 2020

IT Konsultan Terbaik Indonesia

Berkebun dengan Cinta, Fatihah, dan Selawat

  • Oleh ANTARA
  • 27 April 2024 - 09:15 WIB

BORNEONEWS, Ponorogo - Lelaki berusia 57 tahun itu menikmati betul kegiatan menyiram tanaman singkong di kebun sebelah timur rumahnya di Desa Tajug, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo. Sesekali ia juga mencabuti rumput yang tumbuh di sekitar pohon singkong.

Dengan hanya mengenakan celana pendek, kaus, dan caping (topi) lusuh, siapa sangka bahwa lelaki pekebun itu adalah seorang doktor, dosen, dan sastrawan yang namanya terkenal tidak hanya di Ponorogo dan Jawa Timur.

Doktor H Sutejo, penulis puluhan buku dan pegiat literasi itu kini lebih sering menikmati hidup di areal kebun berukuran 20 x 27 meter di samping rumahnya, setelah tidak lagi menjabat sebagai rektor di satu perguruan tinggi swasta di Kota Reog.

Sebagaimana menjadi perhatiannya selama ini untuk menggerakkan budaya literasi, di kebun pun ia juga terjun total. Bapak dari tiga anak ini yang menanam, menyiangi gulma, termasuk merawat tanaman, serta menyiram lahan ketika musim kemarau.

Beberapa anak asuhannya juga selalu diajak untuk mengerjakan sesuatu di kebun, dengan tujuan mendekatkan mereka kepada dunia pertanian. Mereka juga diajak untuk lebih dekat dengan alam yang membawa pikiran pada rasa damai.

Sebagai pelaku seni, ia menikmati suasana kebun dengan penuh penghayatan, termasuk berinteraksi dengan tanah dan tanaman. Ia masuk ke area itu dengan melepas sandal sehingga kakinya bersentuhan langsung dengan tanah, yang bagi budaya Jawa lebih dikenal sebagai Ibu Bumi.

Sebelum bibit ditanam, ia telah menyiapkan bahan-bahan penggembur tanah dari stok alami, seperti sampah daun, jerami yang dibakar, kemudian kotoran sapi. Ia menikmati betul persentuhan tangannya dengan sampah dan kotoran sapi. Ia tidak lagi terikat dengan gelar akademik tinggi dan status sebagai dosen, serta tenar di dunia sastra dan pendidikan.

"Apalah arti gelar dan jabatan itu Semua hanya sampiran yang nanti akan tidak bermakna apa-apa jika diri kita pribadi tidak bermakna bagi orang banyak," kata lelaki yang akrab disapa Kang Tejo, yang juga memiliki kepedulian tinggi pada nasib pendidikan dari anak-anak tidak mampu itu.

Ia mempratikkan totalitas dalam berkebun dan memperlakukan tanaman dengan penuh cinta, tidak sekadar menggunakan pupuk organik, tapi penyikapan secara spiritual.

Kang Tejo terbiasa membaca Al Fatihah dan selawat, mulai dari saat menanam bibit hingga perawatan selanjutnya.

Dengan seperti itu, ia tidak hendak memistikkan nilai agama dan mengamankan perkebunan. Ia hanya ingin memperlakukan tanaman sebagai sesuatu yang hidup dan merindukan perhatian. Perhatian itu dari jiwa, tidak ada salahnya di momen tertentuq sambil memanfaatkan waktu untuk ingat kepada Tuhan.

Berita Terbaru